Mengenal Lebih Dekat Tim UI/UX Sintech - Mentor Kak Syahada, PJ UI/UX Nafa Khatis Syaniyah, dan Della Sania

Membangun UI/UX Squad di SINTECH UIN Walisongo: Kisah, Pembelajaran, dan Sosok Mentor Inspiratif
Halo, teman-teman! Perkenalkan, saya Huda, mahasiswa semester 6 jurusan Teknologi Informasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Saat ini, saya dipercaya sebagai Admin HMJ Divisi Pendidikan dan Penalaran untuk program kerja SINTECH. Mungkin kalian sudah sempat mendengar sedikit tentang UI/UX Squad di SINTECH, tapi di artikel ini, saya mau mengajak kalian untuk lebih mendalami perjalanan kami membangun tim UI/UX, tantangan yang kami hadapi, hingga cerita inspiratif dari sosok mentor andal kami, Kak Syahada Shudqi Purwindiya, serta dua PJ UI/UX yang tak kalah hebatnya, Nafa Khatis Syaniyah dan Della Sania.
Artikel ini akan saya kemas dengan gaya obrolan santai, lengkap dengan kisah-kisah pribadi, kesalahan konyol, dan pembelajaran berharga yang saya (dan tim) alami selama merintis UI/UX Squad di SINTECH. Siapkan minuman favorit kalian, duduk santai, dan mari kita mulai!
Awal Mula SINTECH dan Lahirnya UI/UX Squad
Saya bergabung di HMJ sejak semester 2. Waktu itu, saya masih ingat betapa antusiasnya saya ketika pertama kali mendengar ide untuk membentuk program kerja bernama SINTECH. Tujuannya adalah menyediakan wadah bagi mahasiswa yang tertarik di bidang teknologi, baik pemrograman, desain, data, maupun keamanan siber. Nah, dari sinilah UI/UX Squad lahir. Kami merasa, di era digital seperti sekarang, pemahaman mengenai desain antarmuka (UI) dan pengalaman pengguna (UX) adalah kunci agar setiap produk teknologi dapat diterima dan dinikmati oleh masyarakat.
Pada awalnya, saya jujur masih bingung membedakan UI dengan UX. Buat saya, desain ya desain. Namun, setelah mengikuti beberapa workshop dan diskusi, saya sadar bahwa UI lebih menitikberatkan pada tampilan visual—warna, tipografi, layout—sedangkan UX lebih fokus pada bagaimana pengguna berinteraksi dan merasa nyaman saat menggunakan aplikasi atau website. Tanpa keduanya, produk digital akan sulit mencapai potensi maksimal. Dari pemahaman dasar itulah, saya dan beberapa teman mulai serius membentuk UI/UX Squad di bawah payung SINTECH.
Perkenalan Singkat: Mentor dan PJ UI/UX
Sebelum kita membahas perjalanan kami lebih jauh, izinkan saya mengenalkan tiga sosok penting di UI/UX Squad:
-
Mentor UI/UX: Kak Syahada Shudqi Purwindiya
Seorang mahasiswa Teknologi Informasi UIN Walisongo Semarang yang memiliki sederet pengalaman di bidang desain dan berbagai kompetisi UI/UX. Ia juga aktif mengikuti beragam pelatihan, mulai dari Digital Talent hingga kompetisi tingkat nasional. CV milik Kak Syahada menegaskan bahwa ia punya perpaduan sempurna antara sisi teknis (pemrograman web) dan sentuhan kreatif (desain antarmuka). -
PJ UI/UX 1: Nafa Khatis Syaniyah
Nafa adalah sosok serius tapi asyik kalau diajak diskusi. Ia selalu menekankan pentingnya riset pengguna. Kalau saya lupa melakukan survei atau wawancara user sebelum membuat desain, Nafa pasti akan mengingatkan. Baginya, desain tanpa riset adalah ibarat memasak tanpa mencicipi bumbunya—bisa-bisa rasanya aneh dan tidak sesuai selera orang. -
PJ UI/UX 2: Della Sania
Della ini punya kreativitas yang meledak-ledak. Seringkali idenya terdengar nyeleneh di awal, tapi ketika sudah dieksekusi, hasilnya keren banget! Ia jago memadukan warna-warna yang kelihatannya bertabrakan, namun akhirnya menjadi paduan yang segar dan ‘eye-catching.’ Selain itu, Della juga punya keahlian bikin micro-interactions yang bikin desain terasa lebih hidup.
Kisah Pribadi: Meniti Jalan di Dunia Desain
1. Ketertarikan Pertama
Ketertarikan saya pada desain UI/UX mulai tumbuh ketika saya ikut sebuah workshop desain digital di kampus. Di sana, saya melihat bagaimana sebuah aplikasi yang tadinya berantakan bisa dirombak menjadi lebih simpel dan menyenangkan untuk digunakan. Semangat saya makin besar saat saya menyadari bahwa kemampuan desain ini sangat relevan di era digital. Banyak perusahaan yang mencari desainer UI/UX yang tidak hanya jago menata warna dan font, tapi juga memahami perilaku pengguna.
2. Tantangan Awal: Kebingungan Memahami Perbedaan UI dan UX
Seperti yang saya singgung tadi, saya sempat mengira UI dan UX adalah hal yang sama. Ternyata, ketika saya mencoba menerapkan keduanya, pusing juga! Saya ingat betul proyek pertama saya, di mana saya hanya fokus pada keindahan visual (UI), sementara aspek UX-nya berantakan. Akibatnya, beberapa pengguna bingung saat mengakses halaman tertentu karena navigasinya tidak intuitif. Dari situ, saya belajar bahwa UI yang cantik belum tentu ramah pengguna. Di sinilah saya mulai berkenalan dengan istilah user flow, wireframe, hingga user journey. Lumayan bikin kepala nyut-nyutan, tapi seru!
3. Belajar dari Kesalahan
Saya pernah melakukan kesalahan fatal, yaitu keyword stuffing saat mencoba menulis artikel tentang desain UI/UX di blog pribadi. Niatnya mau dapat ranking bagus di mesin pencari, eh malah dianggap spam oleh Google. Jadi, saya sadar bahwa optimasi SEO juga harus dilakukan dengan cara yang elegan dan relevan. Hal serupa berlaku untuk desain: menjejalkan elemen visual tanpa tujuan yang jelas hanya akan merusak estetika dan kenyamanan pengguna.
Membangun UI/UX Squad: Kolaborasi dan Diskusi Seru
1. Workshop dan Diskusi Bersama
Di UI/UX Squad, kami rutin mengadakan workshop mingguan atau bulanan. Kak Syahada sebagai mentor biasanya mengawal sesi ini dengan materi seputar desain, mulai dari prinsip dasar seperti proximity, alignment, dan contrast, hingga teknik lebih advanced seperti membuat prototipe interaktif di Figma atau Adobe XD.
Nafa dan Della juga sering bergantian memberikan masukan. Nafa biasanya fokus pada metodologi riset pengguna, sedangkan Della suka berbagi tips soal penggunaan warna, tipografi, dan animasi kecil. Saya sendiri kadang bertugas menyiapkan modul, membuat dokumentasi, atau sekadar membantu teman-teman yang baru pertama kali membuka Figma.
2. Brainstorming di Kantin Kampus
Jujur saja, ide-ide paling liar sering muncul saat kami nongkrong di kantin. Misalnya, ketika kami ingin menggarap proyek desain ulang (redesign) website kampus. Kami berdiskusi tentang konsep apa yang akan diusung, bagaimana tampilan menu navigasi, dan fitur apa saja yang perlu ditambahkan. Terkadang, obrolan pun melantur ke hal-hal konyol, seperti membahas meme UI/UX di internet. Namun, justru di momen-momen santai inilah sering muncul gagasan brilian yang akhirnya kami kembangkan.
3. Perdebatan Sepele yang Penting
Percaya nggak percaya, kami pernah menghabiskan waktu hampir sejam hanya untuk memutuskan posisi tombol “Submit” di form pendaftaran online. Ada yang ingin di sisi kanan karena sesuai kebiasaan membaca (dari kiri ke kanan), ada yang bersikeras di tengah agar lebih menonjol. Meskipun terdengar remeh, perdebatan ini menunjukkan betapa pentingnya detail dalam UI/UX. Akhirnya, kami sepakat menaruh tombol di kanan bawah dan memberikan highlight warna sedikit lebih terang agar user mudah menemukannya.
Mengenal Sosok Mentor: Syahada Shudqi Purwindiya
Setelah sekian lama bekerja sama, saya makin yakin bahwa Kak Syahada memang sosok mentor yang luar biasa. CV beliau pun mengonfirmasi hal ini. Berikut beberapa poin menarik dari profilnya:
-
Pendidikan
Kak Syahada sedang menempuh pendidikan di jurusan Teknologi Informasi di UIN Walisongo Semarang sejak 2022. Meski terbilang baru, semangat belajarnya luar biasa. Ia tidak hanya menekuni teori, tapi juga rajin mengikuti pelatihan dan kompetisi. -
Keahlian
Dari CV-nya, kita tahu bahwa ia punya keahlian di bidang UI/UX, public speaking, dan editing. Kombinasi ini sangat pas untuk seorang mentor yang harus bisa menjelaskan konsep desain dengan baik dan membuat materi pembelajaran yang menarik. -
Pengalaman Organisasi
Kak Syahada pernah terlibat di beberapa organisasi kampus dan di luar kampus. Di sanalah ia mengasah kemampuan leadership dan kolaborasi tim. Saya pribadi melihat langsung bagaimana ia mampu menengahi diskusi yang kadang memanas. Ia selalu punya cara untuk menyatukan ide-ide yang berbeda tanpa membuat anggota tim merasa tersisih. -
Sertifikasi dan Kompetisi
Beberapa sertifikat yang sudah diraihnya antara lain:- Sertifikat Pelatihan Digital Talent
- UI/UX Design Competition Manufest 5.0
- UI/UX Design Competition Compect IT 2023
- UI/UX Design Competition ITCAS
- Sertifikat Pelatihan Public Speaking
Dengan segudang pengalaman kompetisi, tak heran kalau Kak Syahada kerap menularkan mental pemenang kepada kami. Beliau sering bilang, “Menang atau kalah itu biasa, yang penting belajar dan terus berinovasi.”
-
Visi dan Misi
Dari profilnya, jelas terlihat bahwa Kak Syahada ingin menggabungkan kreativitas dengan solusi digital yang inovatif. Ia percaya bahwa desain harus memecahkan masalah, bukan sekadar mempercantik tampilan. Ini sangat selaras dengan visi kami di UI/UX Squad.
Tantangan yang Dihadapi Tim UI/UX
1. Manajemen Waktu
Sebagai mahasiswa, kami tentu saja punya tanggung jawab kuliah dan tugas-tugas lain. Kadang, proyek UI/UX menuntut kami untuk menghabiskan waktu berjam-jam memoles desain, menguji prototipe, hingga menulis laporan. Saya sendiri pernah begadang beberapa malam karena deadline desain dashboard kampus begitu mepet. Rasa lelah terbayar saat melihat hasil akhir yang memuaskan, tapi tetap saja, manajemen waktu adalah tantangan besar yang harus kami hadapi.
2. Koordinasi Tim yang Beragam
UI/UX Squad tidak hanya terdiri dari desainer, tapi juga programmer, content writer, dan beberapa anggota lain. Setiap orang punya gaya kerja dan prioritas yang berbeda. Della, misalnya, suka sekali berkreasi dengan warna dan animasi, sementara Nafa menuntut semua keputusan harus berdasar riset dan data. Saya di sisi lain kadang mementingkan efisiensi coding dan SEO. Kami harus pintar-pintar menyelaraskan tujuan agar proyek berjalan lancar.
3. Adaptasi dengan Perkembangan Teknologi
Dunia desain dan teknologi berkembang sangat cepat. Ada saja tren baru, mulai dari dark mode yang populer hingga desain minimalis yang lagi naik daun. Kami dituntut untuk terus belajar dan bereksperimen. Kak Syahada selalu mengingatkan kami untuk mengikuti webinar, membaca blog desain, dan berdiskusi di forum. Terkadang, saya merasa overwhelmed dengan banyaknya informasi. Tapi ya, namanya juga belajar, mau tidak mau harus terus update.
Serunya Mengintegrasikan Desain dan SEO
Sebagai mahasiswa IT yang juga nyemplung di dunia konten, saya sadar betul pentingnya SEO (Search Engine Optimization). Ternyata, desain UI/UX yang baik punya korelasi erat dengan SEO. Misalnya, loading time yang cepat akan disukai Google, dan desain yang responsif membuat pengguna betah, sehingga bounce rate menurun. Semua itu jadi sinyal positif bagi mesin pencari.
Saya pernah mengabaikan faktor image optimization, sehingga desain website jadi berat. Akibatnya, loading time lama, user kabur, dan ranking website di Google pun merosot. Sejak itu, saya belajar untuk selalu memperhatikan ukuran file gambar, memilih format yang tepat (misalnya, WebP), dan menambahkan teks alternatif (alt text) yang relevan. Kombinasi UI/UX yang apik dan SEO-friendly inilah yang kami upayakan di setiap proyek di SINTECH.
Kolaborasi Antar-Anggota: Kunci Keberhasilan
Seiring berjalannya waktu, kami di UI/UX Squad semakin menyadari bahwa kolaborasi adalah segalanya. Tidak ada desainer yang bisa bekerja sendirian. Setiap ide, setiap kritik, dan setiap masukan dari rekan-rekan adalah bahan bakar untuk menghasilkan karya yang lebih baik.
- Nafa: Mengingatkan pentingnya survei dan wawancara pengguna.
- Della: Menyumbang ide-ide kreatif soal warna, animasi, dan detail kecil yang bikin desain lebih “hidup.”
- Kak Syahada: Mentor yang selalu membuka pikiran kami, baik dari segi konsep maupun teknis, sambil berbagi pengalaman berkompetisi.
- Saya: Sering jadi orang yang menjaga agar desain tetap efisien dan SEO-friendly, walau kadang keteteran juga dengan tugas kuliah.
Kerja sama seperti ini membuat saya merasa berada di lingkungan yang mendukung pertumbuhan pribadi maupun profesional. Tidak ada rasa gengsi untuk mengakui kesalahan, karena kami paham bahwa setiap kesalahan adalah pelajaran.
Momen Paling Berkesan
Salah satu momen paling berkesan buat saya adalah ketika kami menyiapkan mockup aplikasi internal kampus. Tenggat waktu sempit, permintaan fitur berubah-ubah, dan kami harus menyesuaikan tampilan sesuai identitas kampus. Sempat terjadi perdebatan panjang tentang bagaimana menampilkan menu utama. Ada yang mau hamburger menu, ada yang maunya tab di bawah, ada pula yang bersikeras pakai sidebar karena konten banyak.
Di tengah kebingungan, Kak Syahada mengajak kami untuk melakukan usability testing sederhana. Kami mengundang beberapa teman untuk mencoba prototipe yang kami buat dan memberikan feedback. Hasilnya? Kebanyakan dari mereka suka tab di bawah karena mudah dijangkau oleh jempol saat memegang ponsel. Akhirnya, kami sepakat menggunakan tab. Momen ini mengajarkan bahwa diskusi boleh panjang, tapi data dan feedback pengguna lah yang seharusnya jadi penentu akhir.
Mengapa Kamu Harus Bergabung di SINTECH (Terutama UI/UX Squad)
Kalau kalian tertarik pada dunia teknologi dan desain, bergabunglah di SINTECH. Serius, ini bukan sekadar promosi. Di sini, kalian akan bertemu orang-orang dengan passion luar biasa, yang nggak pelit berbagi ilmu dan selalu siap membantu. Kalian bisa belajar:
- Dasar-Dasar UI/UX: Mulai dari teori desain hingga praktik pembuatan prototipe.
- Riset dan Testing: Bagaimana cara mencari data pengguna, melakukan survei, hingga menganalisis hasilnya.
- Kolaborasi Tim: Bekerja bersama programmer, penulis konten, dan rekan desain lainnya.
- Kepemimpinan: Melalui berbagai proyek, kalian bisa belajar mengatur waktu, mengelola tim, dan mengambil keputusan.
- SEO dan Optimasi Web: Bagaimana memastikan desain yang dibuat juga ramah mesin pencari.
Selain itu, SINTECH rutin mengadakan workshop, seminar, dan kompetisi internal. Kami juga membuka peluang bagi siapa saja yang mau ikut kompetisi eksternal. Dengan dukungan mentor seperti Kak Syahada, kalian bisa menyiapkan diri lebih matang untuk menghadapi tantangan di luar sana.
Refleksi dan Harapan
Melihat sejauh apa UI/UX Squad telah melangkah, saya merasa bangga sekaligus sadar masih banyak ruang untuk berkembang. Kami bukan tim sempurna. Masih ada banyak hal yang perlu kami pelajari dan kembangkan. Namun, semangat kolaborasi dan rasa ingin tahu adalah bahan bakar yang tak ternilai harganya.
Saya pribadi berharap, di masa depan, UI/UX Squad di SINTECH bisa merilis lebih banyak proyek yang bermanfaat bagi civitas akademika UIN Walisongo, atau bahkan masyarakat luas. Kami ingin menciptakan aplikasi-aplikasi yang benar-benar memudahkan pengguna, dengan tampilan yang estetik dan user flow yang mulus.
Tentu saja, kami juga berharap semakin banyak mahasiswa yang bergabung, belajar, dan tumbuh bersama. Dengan semakin beragamnya latar belakang anggota, kami bisa meramu lebih banyak ide segar. Di sinilah saya menyadari, desain itu tidak bisa berdiri sendiri. Ia butuh perpaduan ide, pengetahuan, dan keahlian dari berbagai bidang.
Mari Belajar dan Berkembang Bersama
Nah, itulah sekelumit kisah saya dan tim UI/UX Squad di SINTECH UIN Walisongo. Dari mulai ketertarikan saya pada desain, bertemu mentor hebat seperti Kak Syahada, berkolaborasi dengan Nafa dan Della, hingga menghadapi tantangan teknis dan manajemen waktu. Semua itu telah membentuk kami menjadi tim yang solid dan siap menyambut tantangan baru.
Saya yakin, cerita ini masih panjang dan akan terus bertambah seiring waktu. Bagi kalian yang penasaran atau ingin merasakan langsung serunya dunia UI/UX, jangan ragu untuk ikut bergabung di SINTECH. Di sini, kita tidak hanya belajar desain, tapi juga belajar cara berpikir kritis, berkomunikasi, dan berinovasi.
Semoga artikel panjang ini bisa memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang kami lakukan, menginspirasi kalian untuk mengeksplorasi UI/UX, serta menegaskan bahwa siapa pun bisa berkontribusi di dunia teknologi jika punya tekad dan kemauan belajar. Terima kasih sudah membaca sampai akhir, dan sampai bertemu di workshop atau proyek desain berikutnya!
Salam kreatif,
Rizki,
Mahasiswa TI Semester 4, Admin HMJ Divisi Pendidikan dan Penalaran, Program Kerja SINTECH, UIN Walisongo Semarang.